Jumat, 09 Juni 2023

Mampukah mewujudkan pendidikan yang membebaskan? 


Pendidikan dipahami sebagai proses yang membantu orang menjadi lebih baik. Oleh karena itu, tujuan pendidikan pada dasarnya adalah untuk membebaskan diri dari segala bentuk pengekangan, intimidasi dan pemaksaan. Tujuan pendidikan adalah untuk sepenuhnya membebaskan orang dari berbagai kendala eksternal yang membatasi kemampuan mereka untuk tumbuh. Hal ini sesuai dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan humanis yang berupaya menciptakan dan menempatkan peserta didik dalam proses pembelajaran sebagai manusia yang merdeka. Bebas untuk menentukan dan bebas melakukan hal positif, guru berperan untuk memberikan pengajaran mengenai Pendidikan karakter yang mampu menumbuhkan minat untuk mengeksplorasi pengetahuan yang diperoleh agar pengetahuan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Sistem Among yang diterapkan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu menekankan bahwa guru dapat menjadi pamong bagi siswa sesuai dengan perkembangannya, serta menjadikan peserta didik terbebas dari tekanan-tekanan dan paksaan yang akan membebani dan menghilangkan prinsip kemerdekaan dalam Pendidikan. Begitu juga dengan pemikiran Paulo Freire, bahwa tujuan Pendidikan yaitu pembebasan untuk meningkatkan daya berfikir yang lebih produktif. Nilai kemanusiaan yang bebas adalah yang bernafaskan kreativitas berfikir dalam membangun komunikasi yang positif, inovatif, konstruktif dan produktif. Dengan fleksibilitas ini, orang akan menciptakan sesuatu, memastikan bahwa pembelajaran melibatkan lebih dari sekadar meneruskan informasi dari guru ke siswa. 

Hal ini sudah sejalan denga napa yang diterapkan oleh beberapa sekolah di Kabupaten Pekalongan, melalui observasi dan wawancara para kader PMII peserta SPK 2023, didapatkan informasi bahwa beberapa sekolah telah memberikan “kebebasan”. Kata kebebasan dalam hal ini diwujudkan melalui beberapa hal sebagai berikut: mulai dari pembelajaran kontekstual yang dapat melatih siswa agar dapat berpikir kritis sesuai dengan situasi dunia nyata siswa, mengajak siswa pada suatu aktifitas yang mengaitkan materi dengan penerapan aktifitas sehari-hari. Pandangan bahwa siswa bukan lah objek dan guru bertindak sebagai fasilitator, sehingga tugas guru hanyalah memantik siswa agar bisa berpikir secara mandiri, bukan memberi tahu secara langsung. 

Selanjutnya kebebasan juga diwujudkan melalui pengembangan kompetensi siswa melalui fasilitas ekstrakulilkuler yang disediakan oleh sekolah, kemudian terdapat kegiatan penentuan aturan kelas didalamnya siswa bebas berpendapat apa yang perlu mereka lakukan dengan mempertimbangkan berbagai pertimbangan. Namun terdapat sekolah yang masih melakukan pembelajaran klasik dan memiliki pandangan bahwa siswa yang sukses adalah siswa yang bisa masuk sekolah favorit, maka dalam hal ini akan membatasi perkembangan siswa dan memunculkan batasan-batasan kesuksesan dari siswa.

Sudah semestinya kita mampu memberikan kebebasan kepada siswa dalam berkembang dan hal lain yang tentunya tidak melanggar norma-norma, karena menurut Pluto bahwa hakikatnya pendidikan adalah membuat orang yang menjalani menjadi lebih baik. 


Penulis: Syafa’atul Khusna 

Editor  : Ani Khofifah

Latest
Next Post

0 komentar: