Kamis, 03 Oktober 2019

Kader PMII sebagai Penggerak Utama dalam Era Millenial(Arifah Ulfah Zuhairoh)


Dewasa ini, topik mengenai “Era Milenial” sedang ramai dibicarakan di hampir setiap kesempatan dan kalangan. Di bidang ekonomi, pendidikan, politik, sosial, hukum dan budaya tak lepas dari istilah tersebut. Konteks di dalamnya bisa berbeda-beda tergantung dari mana perspektif kita memandang. Secara garis besarnya, era milenial adalah istilah yang mewakili kondisi dunia saat ini.
Modernisasi telah mengubah segalanya. Semua menjadi lebih mudah . Teknologi dan informasi berkembang begitu cepat. Dunia seakan menjadi begitu sempit dan membuat informasi dapat diakses kapan saja. Manusia seakan menjadi begitu lemah hingga banyak pekerjaaan yang akhirnya dikerjakan oleh robot.  Satu yang tak ketinggalan adalah media; media menjadi hidup bahkan lebih hidup dari pada kehidupan itu sendiri. Inilah era millennial.

Dengan semua modernisasi dan globalisasi yang ada, dengan semua kemudahannya, dengan teknologi hebatnya juga pasti akan memunculkan dampak negatif. Derasnya arus media perlu diperhatikan. Begitu juga dengan teknologinya. Entah dari mana, arus tersebut akan menggiring kita yang bahkan kita tak tahu kemana. Ini permasalahannya, seringkali kita yang menjadi obyek bukan subyek.

Sebagai kader pergerakan, kita jangan sampai tersesat dalam era millennial. PMII akan masih relevan untuk mewadahi kita bergumul dengan kondisi sekarang ini. Bahwa segala sesuatu yang memudahkan kita, dengan perlahan akan membuat kita manja dan semakin malas untuk tetap bergerak. Modernisasi yang membawa banyak kemudahan, bisa jadi juga membawa banyak jebakan. Jika sedikit saja kita lengah, maka akan ada musuh yang masuk menyelinap. Perlu kita ketahui pula bahwa musuh saat ini bukan yang menghancurkan dengan senjata api namun dengan penghancuran persatuan melalui adu domba.

Penerapan hablum minallah, hablum minnaas dan hablumminal alam dalam era millenial adalah sesuatu yang sangat tepat. Tiga landasan ini akan membuat kita tidak mudah goyah dengan kondisi dan keadaan sekarang. Tiga landasan ini pula yang akan membantu kita untuk konsekuen berada dalam pergerakan. Ketiganya merupakan nilai dasar pergerakan (NDP) PMII dengan disempurnakan dengan tauhid, mengesakan Allah. Inilah yang menjadi dasar kita dalam bergerak.
Jika kita cermati kembali, ketiga landasan tersebut semakin terkikis dan semakin diabaikan oleh manusia-manusia millennial. Nafsu mereka terhadap dunia semakin besar. Terlebih, kemajuan teknologi juga semakin membuka pintu menuju kemaksiatan. Manusia bekerja keras hanya untuk dapat melampiaskan nafsu hedonisnya. Tempat-tempat ibadah semakin sepi. Religius hanya ekspektasi.
Parahnya, kini marak penyebarkan isu-isu agama untuk kepentingan politik suatu golongan. Agama dijadikan alat untuk merebut kekuasaan. Agama tak lagi dijadikan landasan dalam melangkah.
Hubungan manusia dengan Tuhannya kini semakin jauh. Ketika mereka sedang menghadapi masalah, mereka memilih mengadu pada social media bukan kepada Allah. Ada pula yang melampiaskannya dengan narkoba dan miras sebagai pelarian. Padahal ada Allah sebagai tempat kita pulang.
Kader PMII sudah seharusnya bergerak untuk menyadarkan mereka bahwa perlu adanya perbaikan hubungan dengan Allah. Dalam melakukan berbagai hal, agama harus dijadikan landasan utama. Dalam hal ini, kita sebagai kader PMII harus berlandaskan Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan menjaganya. Mengingat dewasa ini juga banyak aliran-aliran yang mengaku Aswaja namun perilakunya tidak mencerminkan Aswaja. Ghiroh menjaga Aswaja harus senantiasa diperbarui demi Islam nusantara yang damai.

Sekarang kita coba lihat mengenai hablum minannas para manusia millennial. Bukankah semakin bobrok juga? Egois dan apatis. Mencari manusia yang benar-benar peduli terhadap manusia lain menjadi hal yang sulit. Tradisi gotong royong yang diwariskan nenek moyang kini seakan diganti menjadi tradisi individual. Sifat keakuan semakin besar. Dimana-mana yang terjadi adalah adu domba, saling menghujat, saling menyalahkan dan selalu merasa yang paling benar.
Manusia sekarang dipenuhi dengan kepentingan masing-masing. Dalam pergaulan, yang terjadi adalah kedekatan kepentingan bukan kedekatan emosional. Kejahatan-kejahatan kemanusiaan semakin ramai diberitakan. Terlebih semakin ramainya dunia maya sebagai lahan saling menjatuhkan. Manusia seakan lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial yang sepantasnya saling membutuhkan bukan saling adu kepentingan.

Dalam hal ini, peran mahasiswa dibutuhkan. Kita harus bisa menjadi penggerak di masyarakat untuk menekan sifat individual. Sifat kepedulian harus dibangun. Jiwa sosial harus senantiasa dipelihara. Bukankah khoirunnas anfa’uhum linnaas? Saatnya kita berusaha menjadi bermanfaat untuk orang lain. Mungkin akan sulit untuk merubah masyarakat yang sudah terlanjur individual, namun setidaknya kita harus memulainya dari diri sendiri.

Dalam kehidupan sebagai kholifah, manusia membawa amanat besar yaitu sebagai manajer untuk mengelola kehidupan di muka bumi. Dalam hal ini termasuk dalam mengelola alam. Bukankah bencana-bencana yang terjadi adalah akibat dari ulah manusia? Hutan dijadikan pabrik-pabrik, persawahan dijadikan perumahan, sungai dijadikan tempat sampah, jika seperti itu bagaimana bumi akan tetap menjadi tempat yang nyaman?

Rumah manusia di dunia adalah bumi, namun anehnya mereka cenderung merusak rumah mereka sendiri bukan merawatnya. Coba kita lihat sekeliling lingkungan kita. Masih adakah lahan kosong? Ya, sudah jarang kita temukan. Permukaan bumi sudah ramai oleh beton-beton keserakahan manusia. Setidaknya, ada resapan air agar banjir tidak sering menghampiri. Di daerah dataran tinggi, tanah longsor sering terjadi. Ini juga akibat dari hutan yang sering dieksploitasi. Sungai, laut, seperti tempat sampah. Limbah-limbah pabrik seenaknya dibuang begitu saja.

Hablum minal alam di era millennial sudah semakin renggang. Kita terlalu sibuk menikmati apa yang diberikan alam hingga lupa bahwa kita punya kewajiban untuk menjaganya. Mulailah dengan melakukan hal-hal kecil. Misalnya, membuang sampah pada tempatnya atau menyirami tanaman. Mahasiswa khususnya kader PMII memiliki peran penting disini. Kita dituntut menjadi penggerak dalam melestarikan alam. Akan sangat lucu jika kita malah lebih suka merusak rumah kita sendiri.
Ada sebuah hadist yang mengatakan :        الخَيْرُ كَثِيْرٌوَ قَلِيْلٌ فَاعِلُهُ kebaikan itu banyak namun sedikit yang melakukannya. Sebagai kader pergerakan tetaplah kita sadar bahwa menjaga hablum minallah, hablum minannaas, dan hablum minal alam adalah hal yang penting. Memang semakin sedikit manusia yang melakukan kebaikan, namun perubahan harus diwujudkan. Lalu, bagaimana kita bisa mewujudkan perubahan? Dengan pergerakan. ✊

Previous Post
Next Post

0 komentar: