Selasa, 07 Februari 2023

KAJIAN MERDEKA BELAJAR: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual

 Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual

Oleh : Reza Mahdafi

Kajian kali ini, kita membahas mengenai "Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual". Kajian ini diisi oleh sahabati Lukluk Ussakinah. Tepatnya pada hari Senin, 30 Januari 2023, di sekretariat Rayon Tarbiyah dan Ilmu Keguruan kajian ini diadakan.

Kasus kekerasan seksual sudah banyak terjadi di Indonesia, dari mulai yang dewasa hingga ke anak-anak. 

Apa sih itu kekerasan seksual? 

Kekerasan seksual adalah segala bentuk pelecehan merendahkan seseorang , dan/atau fungsi reproduksi seseorang yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

Karena banyak alasan kasus kekerasan seksual di kampus maka dari itu menteri pendidikan memandang perlu adanya kebijakan - kebijakan baru guna mengatasi permasalahan tersebut.

Data kementrian pada tahun 2020, 77% menyatakan kekeraan seksual pernah terjadi di kampus, 63% mereka tidak melaporkanya ataupun tidak diketahui oleh kampus. Kekerasan seksual itu sangat sulit terlihat dan di buktikan, akan tetapi sangat besar sekali efeknya pada mahasiswa. Salah satu pengakuan dari mereka adalah ada rekan satu kantor dan didalamnya terjadi kekerasan seksual, kejadian itu sudah berulang kali terjadi selama 9 tahun.

Negara ini belum ada peraturan - peraturan yang menangani permasalahan kekerasan seksual, sudah ada tapi belum ada solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Ada UU Perlindungan Anak yang dimana itu hanya mengatasi anak - anak yang berumur di bawah 18 tahun. UU TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), hanya membantu korban kekerasan seksual yang terjerat sindikat perdagangan manusia. UU PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga), hanya membantu korban kekerasan di dalam lingkup berumah tangga. Identitas yang belum terlindungi: 

• Usia di atas 18 tahun 

• Belum atau tidak menikah 

• Tidak terjerat sindikat perdagangan manusia.

Korban yang belum terlindungi umumnya dirujuk ke KUHP yang masih banyak keterbatasan. Permasalahnya kita memiliki keterbatasan penangan seksual pada KUHP saat ini. Keterbatasan KUHP dalam menangani isu kekerasan seksual, antara lain:

1. Tidak dapat memfasilitasi identitas korban yang tidak diatur oleh peraturan lainnya 

2. Tidak mengenali Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) 

3. Hanya mengenali bentuk perkosaan dan pencabulan.

Padahal sivitas akademika dan tenaga kependidikan sangat rentan mengalami KBGO karena:

1. Rentang usia tersebut pengguna aktif media sosial (WhatsApp, YouTube, Instagram, Tiktok, Facebook)

2. Perkuliahan di kala pandemi Covid-19 banyak dilakukan secara online.

Peraturan menteri tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual memiliki 4 tujuan yaitu:

1. Pemenuhan Hak Pendidikan Setiap WNI

2. Penanggulangan Kekerasan Seksual dengan Pendekatan Institusional dan Berkelanjutan

3. Peningkatan Pengetahuan tentang Kekerasan Seksual

4. Penguatan Kolaborasi antara Kemendikbudristek dan Perguruan Tinggi.

Sasaran Permen PPKS adalah mencegah dan menangani setidaknya sebelas kemungkinan kejadian kekerasan seksual yang terjadi di kampus dan ini melibatkan beberapa pihak. Sasaran peraturan ini, adalah: 

1. Mahasiswa;

2. Pendidik

3. Tenaga KependidikaN

4. Warga kampus

5. Masyarakat umum yang berinteraksi dengan Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma.

Didalam peraturan baru juga disebutkan bahwasanya kekerasan verbal dan daring termasuk dalam kekerasan seksual juga karena di dalamnya juga menyangkut tentang mental seseorang dan mempengaruhi psikologi seseorang.

Permen PPKS Memperinci menjadi 10 Bentuk Tindakan dengan Konsekuensi Sanksi Administratif. Sanksi terbagi menjadi 3 bagian, yaitu sanksi ringan, sedang dan berat.

Dan jika ada kekerasan seksual maka hal yang harus dilakukan kampus adalah:

Pendampingan, pemulihan korban, pemulian korban dan sanksi administrasif.

Permen PPKS juga mengatur langkah - langkah pencegahan guna mengurangi dampak akibat kasus kekerasan seksual, yaitu:

1. Pembelajaran mewajibkan mahasiswa, pendidik, dan tenaga pendidik mempelajari modul PPKS

2. Penguatan tata kelola merumuskan kebijakan, membentuk Satgas, menyediakan layanan pelaporan kekerasan seksual, dan sebagainya

3. Penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga pendidik

4. Mengadakan komunikasi, informasi, dan edukasi di kegiatan pengenalan kehidupan kampus; organisasi kemahasiswaan; dan/atau jaringan komunikasi informal

Individu atau agen:

1. Pembatasan pertemuan individual

2. Permohonan tertulis untuk mendapat persetujuan kaprodi/jurusan.

Satgas dan direktur akan membantu rector menjalankan PPKS dalam kampus dan ini ada dalam undang undang pasal 34 - 36. Jikalau seorang korban merasa bahwa keputusan kampus belum adil maka bisa melaporkan ke kemendikbud, hal ini telah diatur dalam undang undang pasal 51 dan 52.

Dan dari kajian yang telah kita lakukan yaitu jika kita menunggu kebijakan yang turun dari pemerintah ini akan sangat lama, maka dari adanya solusi bahwasanya ada kerjasama antara PSGA selaku lembaga yang menangani tentang gender dengan DEMA dan SEMA lalu disalurkan ke bawahnya yaitu HMJ. Di HMJ itulah dibuat penyaluran - penyaluran keluh kesah tentang kekerasan seksual yang terjadi di kampus.




Previous Post
Next Post

0 komentar: