Kamis, 03 Oktober 2019

Pemuda dan Perjuangan (Arifah Ulfah Zuhairoh)

Pemuda dan Perjuangan
(Arifah Ulfah Zuhairoh)

Tujuh Puluh Empat (74) tahun yang lalu, secarik kertas bernama teks proklamasi dibaca sebagai pengubah status terjajah menjadi merdeka. Hanya satu lembar kertas dengan kalimat-kalimat sederhana namun luar biasa pengaruhnya. Setelah berabad-abad berada di bawah cengkeraman bangsa asing, akhirnya sampai juga pembebasan atas mereka. Segala kebahagiaan itu tak akan bisa diraih tanpa adanya perjuangan. Perjuangan mewujudkan kemerdekaan. Tak hanya bambu runcing tapi juga otak-otak cerdas berfikir dalam meja diplomasi. Berbagai elemen masyarakat ikut andil demi sebuah bangsa bernama Indonesia.

Sebuah kesuksesan tak akan muncul tanpa adanya proses. Setiap proses tak akan berbuah sukses jika tak ada perjuangan di dalamnya. Seperti halnya kemerdekaan Indonesia, tak akan pernah diraih tanpa adanya perjuangan.

Perjuangan menurut KBBI adalah usaha yang penuh dengan kesukaran. Artinya, perjuangan  merupakan sebuah cara atau jalan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan dimana jalan tersebut dipenuhi dengan hal-hal yang sulit. Tak ada perjuangan yang mudah untuk dilalui.
Kemudian muncul pertanyaan, apakah perjuangan itu dibutuhkan? Tentu, perjuangan pasti dibutuhkan dan sangat dibutuhkan. Bukankah setiap manusia memiliki cita-cita? Dan bagaimana mereka meraih cita-cita jika mereka tidak melakukan perjuangan? Cita-cita bukan hanya sekedar angan-angan kosong yang hanya hadir dalam bayang-bayang. Cita-cita tak hanya untuk diimpikan tapi juga diperjuangkan. Keberhasilan meraih cita-cita adalah kebahagiaan besar bagi manusia.

Berbicara mengenai cita-cita, Indonesia juga memiliki cita-cita. Selama masa penjajahan, bangsa ini memiliki satu cita-cita utama yaitu meraih kemerdekaan. Cita-cita tersebut tak hanya didiamkan begitu saja,  tak hanya hidup dalam angan-angan tapi juga diperjuangkan.

Perjuangan dengan mengangkat senjata maupun perjuangan melalui meja politik. Sama sekali bukanlah hal yang mudah. Harta dan jiwa mereka rela korbankan. Kehilangan nyawa bukanlah masalah, yang terpenting bagi mereka adalah terwujudnya cita-cita bangsa. Merdeka.
Lantas, siapa yang berjuang? Yang berjuang adalah mereka yang memiliki nasib yang sama dan memiliki tujuan yang sama. Hidup lama dalam penderitaan tidak membuat mereka hilang tujuan. Justru itulah, penderitaan memperkuat tujuan. Memang, setiap elemen rakyat ikut mengambil andil tapi yang paling berpengaruh adalah perjuangan yang dilakukan oleh para pemuda. Perintis pergerakan nasional adalah pemuda. Pelaku utama momen Kebangkitan Nasional adalah pemuda.

Pelopor pengakuan satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa adalah pemuda. Pembawa perubahan pada suatu bangsa adalah pemuda.
Siapa itu pemuda dan mengapa harus pemuda?
Menurut Aziz Syamsudin secara sosial, definisi pemuda adalah generasi antara 20 sampai 40 tahun. Referensi lain mengatakan bahwa pemuda adalah generasi berusia antara 18 tahun hingga 35 tahun. Sementara dalam kajian ilmu sosial, puncak kematangan peran publik seseorang berkisar antara usia 40-60 tahun. Usia muda biasanya memiliki semangat yang menggebu-gebu hingga terkadang melakukan sesuatu tanpa adanya perhitungan. Bisa dikatakan bahwa usia muda adalah usia paling produktf. Mereka didukung dengan fisik yang kuat sehingga produktivitasnyapun baik.

Namun, konteks pemuda tidak hanya diukur dari usianya. Istilah pemuda lebih sering dikaitkan dengan apa yang telah mereka lakukan. Pemuda dikenali dari bagaimana mereka berpikir dan bagaimana mereka bertindak. Kritis adalah gaya berpikir kaum muda. Mereka biasanya tidak mudah patuh pada suatu aturan. Jiwanya sensitif terhadap sosial. Mereka yang meski telah berusia sekitar 25 tahun, tapi hanya diam, tidak pernah melakukan aksi dan  masih ketergantungan pada orang lain, maka “kepemudaannya” perlu dipertanyakan.
Sejarah mencatat, partisipasi pemuda dalam perjuangan sangat besar. Tak hanya di Indonesia, tapi di negara lain pun sama. Dalam setiap peristiwa penting suatu bangsa, pemuda selalu memiliki peranan yang sangat berarti. Pemuda adalah sebagai motor penggerak suatu bangsa.

Banyak yang mengatakan bahwa pemuda adalah agent of change, agen perubahan. Pemuda adalah pelopor perubahan, pelopor pergerakan. Sebut saja, Budi Utomo dan Sumpah Pemuda, Rengasdengklok keduanya dipelopori oleh kaum muda. Perjuangan Bangsa Indonesia yang semula bersifat kedaerahan, bisa dinasionalkan oleh kaum muda. Mereka sadar, perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah tidak bisa dikelompokkan berdassarkan daerah,etnis, agama dan lainnya. Kelompok-kelompok tersebut harus disatukan agar cita-cita bangsa bisa terwujud.

Usia muda adalah usia yang strategis, usia produktif. Ditunjang dengan fisik yang kuat dan pemikiran yang telah matang, pemuda layak untuk menjadi harapan bangsa. Kritis dan kepekaan sosialnya sangat dibutuhkan. Pemuda yang cerdas serta berani adalah pemuda yang sebenarnya. Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa pemuda yang diharapakan adalah mereka para mahasiswa. Mahasiswa memiliki cukup pendidikan dan pengetahuan yang mendorongnya berpikir kritis.

Perjuangan pemuda masa kini
Masa penjajahan telah berlalu, Indonesia telah merdeka. Tak perlu lagi mengangkat senjata, tak perlu lagi berdiplomasi kepada bangsa-bangsa penjajah. Lantas, apakah perjuangan pemuda berhenti begitu saja? Tentu saja tidak. Kepemimpinan Soeharto yang dinilai tidak sesuai dengan hati nurani rakyat adalah contoh real bahwa setelah merdeka pemuda tidak berhenti berjuang. Rakyat yang kelaparan, hidup dalam derita, keadaan negara yang kacau, membuat pemuda terusik. Ketika mulut rakyat dibungkam, para pemuda berani berteriak menyeruakan aspirasi rakyat. Reformasi, mereka menyebutnya. Sebuah perubahan yang diinginkan seluruh rakyat bisa terealisasikan oleh para pemuda.
Kemudian, apa yang dilakukan oleh kaum muda masa kini? Masihkah mereka kritis, masihkah mereka berani, masihkah mereka berjuang? Indonesia masa lalu hingga Indonesia masa kini masih membutuhkan peran kaum muda.

Soekarno pernah mengatakan bahwa perjuangannya lebih mudah karena berjuang melawan bangsa lain sedangkan perjuangan generasi masa kini lebih sulit karena mereka berjuang melawan bangsanya sendiri. Pemuda masa kini harus lebih peka terhadap keadaan bangsanya.

Pemuda khususnya mahasiswa masa kini cenderung acuh terhadap keadaan sosial. Mereka sibuk dengan konsumerisme dan hedonisme. Kenakalan remaja, narkotika telah meracuni mereka. Mereka lebih suka bersosial media di dunia maya dari pada membaca buku dan mengamati keadaan bangsa. Krisis moral dan rasa malas belajar semakin mewabah. Ketika semua orang mengharapkan peran pemuda, kini entah dimana mereka.

Seperti pernah dikatakan Taufiq Ismail dalam puisinya, Takut 66, Takut 98
Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa
Jelas di dalam puisi tersebut, peran pemuda terkhusus mahasiswa bisa menggeser peran seorang presiden. Yang dibutuhkan Indonesia bukan pemuda tak berpendidikan, pemuda pengangguran, ataupun pemuda nakal. Indonesia butuh pemuda intelek, pemuda yang peka social, pemuda yang dengan tulus hati mau berjuang untuk bangsanya. Mahasiswa sebagai elemen utama pemuda seharusnya bisa memberi sumbangsih besar terhadap perubahan.

Para pemuda, para mahasiswa, Indonesia menunggu kalian beraksi. Indonesia menunggu kalian melakukan perubahan lagi. 71 tahun merdeka, namun belum ada kemajuan, apakah kalian masih nyaman dengan foya-foya kalian? Apakah kalian apakah kalian belum juga terusik untuk bergerak? Mari kita fikirkan bersama.

Baca Ini Ketika Kamu Merasa Lemah (Arifah Ulfah Zuhairoh)

Baca Ini Ketika Kamu Merasa Lemah
(Arifah Ulfah Zuhairoh)

Kamu kuat,
lebih dari apa yang kamu pikirkan

Kamu kuat,
lebih dari apa yang kamu pikirkan.
Hanya saja terkadang kamu mengabaikan itu, terkadang kamu enggan menyadari hal itu, terkadang kamu tak mau percaya itu.

Kamu kuat, lebih dari apa yang kamu pikirkan.
Hanya saja kamu terlalu peduli pada kekuranganmu yang padahal itu hanya secuil dari dirimu.

Kamu terlalu peduli terhadap yang meremehkanmu, padahal mereka hanya iri padamu. Kamu terlalu peduli pada kegagalanmu padahal itulah proses menuju impianmu.

Kamu kuat, lebih dari apa yang kamu pikirkan. Jika kamu masih saja meragukan itu, bagaimana dengan orang lain?
Kamu kuat, percayalah!

Kader PMII sebagai Penggerak Utama dalam Era Millenial(Arifah Ulfah Zuhairoh)


Dewasa ini, topik mengenai “Era Milenial” sedang ramai dibicarakan di hampir setiap kesempatan dan kalangan. Di bidang ekonomi, pendidikan, politik, sosial, hukum dan budaya tak lepas dari istilah tersebut. Konteks di dalamnya bisa berbeda-beda tergantung dari mana perspektif kita memandang. Secara garis besarnya, era milenial adalah istilah yang mewakili kondisi dunia saat ini.
Modernisasi telah mengubah segalanya. Semua menjadi lebih mudah . Teknologi dan informasi berkembang begitu cepat. Dunia seakan menjadi begitu sempit dan membuat informasi dapat diakses kapan saja. Manusia seakan menjadi begitu lemah hingga banyak pekerjaaan yang akhirnya dikerjakan oleh robot.  Satu yang tak ketinggalan adalah media; media menjadi hidup bahkan lebih hidup dari pada kehidupan itu sendiri. Inilah era millennial.

Dengan semua modernisasi dan globalisasi yang ada, dengan semua kemudahannya, dengan teknologi hebatnya juga pasti akan memunculkan dampak negatif. Derasnya arus media perlu diperhatikan. Begitu juga dengan teknologinya. Entah dari mana, arus tersebut akan menggiring kita yang bahkan kita tak tahu kemana. Ini permasalahannya, seringkali kita yang menjadi obyek bukan subyek.

Sebagai kader pergerakan, kita jangan sampai tersesat dalam era millennial. PMII akan masih relevan untuk mewadahi kita bergumul dengan kondisi sekarang ini. Bahwa segala sesuatu yang memudahkan kita, dengan perlahan akan membuat kita manja dan semakin malas untuk tetap bergerak. Modernisasi yang membawa banyak kemudahan, bisa jadi juga membawa banyak jebakan. Jika sedikit saja kita lengah, maka akan ada musuh yang masuk menyelinap. Perlu kita ketahui pula bahwa musuh saat ini bukan yang menghancurkan dengan senjata api namun dengan penghancuran persatuan melalui adu domba.

Penerapan hablum minallah, hablum minnaas dan hablumminal alam dalam era millenial adalah sesuatu yang sangat tepat. Tiga landasan ini akan membuat kita tidak mudah goyah dengan kondisi dan keadaan sekarang. Tiga landasan ini pula yang akan membantu kita untuk konsekuen berada dalam pergerakan. Ketiganya merupakan nilai dasar pergerakan (NDP) PMII dengan disempurnakan dengan tauhid, mengesakan Allah. Inilah yang menjadi dasar kita dalam bergerak.
Jika kita cermati kembali, ketiga landasan tersebut semakin terkikis dan semakin diabaikan oleh manusia-manusia millennial. Nafsu mereka terhadap dunia semakin besar. Terlebih, kemajuan teknologi juga semakin membuka pintu menuju kemaksiatan. Manusia bekerja keras hanya untuk dapat melampiaskan nafsu hedonisnya. Tempat-tempat ibadah semakin sepi. Religius hanya ekspektasi.
Parahnya, kini marak penyebarkan isu-isu agama untuk kepentingan politik suatu golongan. Agama dijadikan alat untuk merebut kekuasaan. Agama tak lagi dijadikan landasan dalam melangkah.
Hubungan manusia dengan Tuhannya kini semakin jauh. Ketika mereka sedang menghadapi masalah, mereka memilih mengadu pada social media bukan kepada Allah. Ada pula yang melampiaskannya dengan narkoba dan miras sebagai pelarian. Padahal ada Allah sebagai tempat kita pulang.
Kader PMII sudah seharusnya bergerak untuk menyadarkan mereka bahwa perlu adanya perbaikan hubungan dengan Allah. Dalam melakukan berbagai hal, agama harus dijadikan landasan utama. Dalam hal ini, kita sebagai kader PMII harus berlandaskan Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan menjaganya. Mengingat dewasa ini juga banyak aliran-aliran yang mengaku Aswaja namun perilakunya tidak mencerminkan Aswaja. Ghiroh menjaga Aswaja harus senantiasa diperbarui demi Islam nusantara yang damai.

Sekarang kita coba lihat mengenai hablum minannas para manusia millennial. Bukankah semakin bobrok juga? Egois dan apatis. Mencari manusia yang benar-benar peduli terhadap manusia lain menjadi hal yang sulit. Tradisi gotong royong yang diwariskan nenek moyang kini seakan diganti menjadi tradisi individual. Sifat keakuan semakin besar. Dimana-mana yang terjadi adalah adu domba, saling menghujat, saling menyalahkan dan selalu merasa yang paling benar.
Manusia sekarang dipenuhi dengan kepentingan masing-masing. Dalam pergaulan, yang terjadi adalah kedekatan kepentingan bukan kedekatan emosional. Kejahatan-kejahatan kemanusiaan semakin ramai diberitakan. Terlebih semakin ramainya dunia maya sebagai lahan saling menjatuhkan. Manusia seakan lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial yang sepantasnya saling membutuhkan bukan saling adu kepentingan.

Dalam hal ini, peran mahasiswa dibutuhkan. Kita harus bisa menjadi penggerak di masyarakat untuk menekan sifat individual. Sifat kepedulian harus dibangun. Jiwa sosial harus senantiasa dipelihara. Bukankah khoirunnas anfa’uhum linnaas? Saatnya kita berusaha menjadi bermanfaat untuk orang lain. Mungkin akan sulit untuk merubah masyarakat yang sudah terlanjur individual, namun setidaknya kita harus memulainya dari diri sendiri.

Dalam kehidupan sebagai kholifah, manusia membawa amanat besar yaitu sebagai manajer untuk mengelola kehidupan di muka bumi. Dalam hal ini termasuk dalam mengelola alam. Bukankah bencana-bencana yang terjadi adalah akibat dari ulah manusia? Hutan dijadikan pabrik-pabrik, persawahan dijadikan perumahan, sungai dijadikan tempat sampah, jika seperti itu bagaimana bumi akan tetap menjadi tempat yang nyaman?

Rumah manusia di dunia adalah bumi, namun anehnya mereka cenderung merusak rumah mereka sendiri bukan merawatnya. Coba kita lihat sekeliling lingkungan kita. Masih adakah lahan kosong? Ya, sudah jarang kita temukan. Permukaan bumi sudah ramai oleh beton-beton keserakahan manusia. Setidaknya, ada resapan air agar banjir tidak sering menghampiri. Di daerah dataran tinggi, tanah longsor sering terjadi. Ini juga akibat dari hutan yang sering dieksploitasi. Sungai, laut, seperti tempat sampah. Limbah-limbah pabrik seenaknya dibuang begitu saja.

Hablum minal alam di era millennial sudah semakin renggang. Kita terlalu sibuk menikmati apa yang diberikan alam hingga lupa bahwa kita punya kewajiban untuk menjaganya. Mulailah dengan melakukan hal-hal kecil. Misalnya, membuang sampah pada tempatnya atau menyirami tanaman. Mahasiswa khususnya kader PMII memiliki peran penting disini. Kita dituntut menjadi penggerak dalam melestarikan alam. Akan sangat lucu jika kita malah lebih suka merusak rumah kita sendiri.
Ada sebuah hadist yang mengatakan :        الخَيْرُ كَثِيْرٌوَ قَلِيْلٌ فَاعِلُهُ kebaikan itu banyak namun sedikit yang melakukannya. Sebagai kader pergerakan tetaplah kita sadar bahwa menjaga hablum minallah, hablum minannaas, dan hablum minal alam adalah hal yang penting. Memang semakin sedikit manusia yang melakukan kebaikan, namun perubahan harus diwujudkan. Lalu, bagaimana kita bisa mewujudkan perubahan? Dengan pergerakan. ✊

Pengelolaan Opini dan Gerakan Massa

Pengelolaan Opini dan Gerakan Massa

  Secara garis besar, opini merupakan suatu pendapat, gagasan mengenai suatu permasalahan yang timbul dalam berbagai aspek kehidupan. Opini bersifat relatif.Kebenarannya belum dapat dipastikan. Namun demikian, jika opini telah memasyarakat dan menjadi milik publik maka opini akan menjadi suatu paradigma yang akan sulit untuk dirubah.

Jika paradigma tersebut adalah sesuatu yang baik, pasti tidak akan menimbulkan masalah. Namun sebaliknya, jika paradigma tersebut adalah sesuatu yang buruk maka, akan muncul permasalahan yang biasanya sulit untuk diatasi karena suatu paradigma sejatinya sulit untuk transisi ke paradigma yang lain.

Pentingnya suatu opini dalam mempengaruhi masyarakat menjadikan penting juga dalam pengelolaannya. Opini yang bisa dikelola dengan baik akan mudah diterima dalam masyarakat yang pada akhirnya bisa menjadi milik publik. Pengelolaaan opini menjadi sebuah gerakan massa adalah suatu hal yang dibutuhkan khususnya dalam mempertahankan ideologi dan tujuan sebuah organisasi.

PMII sebagai sebuah organisasi yang mengemban misi keagamaan dan kebangsaan yaitu menjaga amaliyah ahlussunah wal jamaah yang nahdliyah dan menjaga keutuhan NKRI sudah seharusnya untuk mengelola opini guna menggerakan massa. Terlebih melihat keadaan media sekarang yang penuh dengan hoax. Selain keadaan media, keadaan Islam masa kini juga perlahan telah terpengaruh oleh ideologi yang semakin radikal. Ada satu lagi, yaitu keutuhan NKRI yang kini mulai dikhawatirkan.

Media sosial pada zaman modern seperti sekarang ini memiliki peran yang besar dalam penggiringan opini guna menggerakkan massa. Bukankah kelompok-kelompok radikal di Indonesia telah menggunakan media sosial sebagai alat penggiringan opini mereka? Ya, mereka telah pandai menggerakkan massa melalui media sosial. Hal inilah yang belum banyak dilakukan oleh PMII. Penggerakan massa yang dilakukan PMII belum merambah ke media sosial. Padahal inilah yang terpenting.

Sebagai organisasi mahasiswa yang ingin tetep menjaga aswaja dan NKRI, PMII harus segera mengambil langkah real dalam pengelolaan opini. Jangan sampai opini-opini yang digiringkan oleh kelompok-kelompok radikal menjadi sebuah paradigma yang akan sulit dicabut dari masyarakat. Perlu diperkuat opini-opini khususnya tentang aswaja dan NKRI agar bisa menjadi milik publik. Jika pengelolaan opini bisa berhasil dan mewujudkan gerakan massa, maka hal itu akan selaras dengan tujuan dan misi PMII. Jadi, tercapai atau tidaknya tujuan serta misi PMII salah satunya bergantung pada bagaimana PMII sanggup mengelola opini untuk menggerakkan massa.

(Arifah Ulfah Zuhairah)

Senin, 30 September 2019

Seniorku Serdadu Ilmu, oleh Khoirunnisa

Lisan nya
bak mata pedang berselimut racun,
menancap kuat
Sorot matanya,
bak mentari disiang hari,
terik,
membuat mata enggan melirik balik
Tutur katanya indah,
namun penuh amunisi yang siap menyerang
Ibarat berjumpa dengan musuh
Sekali mengucap tak segan ia melemparkan granat
Meledakkkk!!
Tak terima,
amarahpun menggelora,
ingin mencerca namun tak ada guna
Bukan siapa-siapa jua
Tak punya senjata apa-apa pula
Kejarrr dan terus mengejar,
tak henti,
tak ada celah untuk menjamu lelah
Meski sekejap,
dengan sigap,
terus saja mengikuti setiap arus kata, setiap gerakan bola mata
Terbungkam,
hanya bisa memendam
Miris, menyisakan isak tangis
Tersedu,
setiap teringat serangan serdadu itu
Teruntuk dikau, yang biasa saja tapi banyak pemuja
Sehat selalu.. Salam ta'dzim untuk mu, dari aku yang tak tahu perihal apapun itu
Salam Pergerakan! ✊

PMII RTIK ajak Al-Mapaba kenali Budaya Aswaja dan Passion

TERASAH BAKAT, PASSION BERTINDAK!

Sabtu, (28/09/2019). Tepat satu minggu, terjadi sebuah kejadian yang menyangkut passion para almapaba. Setelah almapaba PMII Rayon Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Komisariat Ki Ageng Ganjur IAIN Pekalongan mengucapkan janji yang sakral atau biasa didengar pembaiatan pada Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA), almapaba menempatkan pada posisi yang sekiranya sesuai dengan minat bakat yang dimilikinya.

LEMBAKMI (Lembaga Bakat Minat), yang menjadi salah satu Lembaga yang ada di Rayon Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Komisariat Ki Ageng Ganjur IAIN Pekalongan menjalankan program kerja baru yang kini dirintis sebagai terobosan awal program kerjanya yaitu “Pembacaan Simtuduror dan Sholawat”, tidak hanya terfokus dalam pembacaan simtuduror namun para pengurus juga mengajarkan dalam memainkan berbagai alat yang ada di duror. Tidak memandang gender dalam pelatihan tersebut jika seorang almapaba perempuan ingin memaikan alat tersebut sangat dipersilakan.




“Kegiatan ini sangat urgent bagi sahabat-sahabat PMII disamping menjaga tradisi NU, juga menyatukan para sahabat-sahabat agar saling mengenal lebih, kegiatan ini juga digunakan untuk penguatan serta pengokohan jiwa agar berproses di PMII dengan arah dan alur yang baik dan benar” Ujar Nur Kholis, salah satu pengurus Rayon Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Komisariat Ki Ageng Ganjur IAIN Pekalongan.

“Jadi memang adanya latihan rebana ini merupakan salah satu pengkaderan non formal yang dilakukan oleh PMII Rayon Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pekalongan yang diharapkan dari adanya follow up dan kegiatan semacam ini dapat menampung bakat serta minat dari almapaba. Periode tahun ini memang pengkaderan yang dilakukan di Rayon Tarbiyah dan ilmu Keguruan IAIN Pekalongan terfokus pada minat bakat sehingga goal yang dituju adalah terasah dan ditemukannya passion dari masing-masing individu dan Rebana ini salah satunya” untaian Adi Pramono selaku ketua Rayon RTIK IAIN Pekalongan 2019

Adapun kegiatan tersebut dilakukan disekretariat PMII RTIK yang bertempat di Jalan Rowolaku Kajen Kabupaten Pekalongan pukul 13.30 wib, diharapkan jiwa al mapaba bisa menjadi bagian dari pengurus dan siap untuk mengurus sehingga tertanam ghirah tanggung jawabnya.
Tangan terkepal dan maju kemuka, Salam Pergerakan !!!!



Sebuah pena: Marlinda